Bahan Ajar Budidaya Pertanian
Rizki, S.Si., M.P.
Perbanyakan tanaman merupakan serangkaian kegiatan yang diperlukan untuk menyediakan materi tanaman baik untuk kegiatan penelitian maupun program penanaman secara luas. Cara perbanyakantanaman dapat digolongkan menjadi dua yaituperbanyakan generatif dan perbanyakan vegetatif. Pada perbanyakan generatif terdapat kekurangan yaitu waktu berbuah yang lama dan sifat turunan yang tidak samadengan induknya, sehingga perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan alternatif untuk mendapatkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan tanamaninduknya dalam jumlah besar.
Menurut Hendaryono dan Wijayanti (1994), menyebutkan bahwa perbanyakan secara vegetatif dengan sistem konvensional, pada umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, saat ini dibeberapa Negara maju telah banyak dikembangkan suatu sistem perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil yang lebih banyak lagi, yakni dengan sistem kultur jaringan atau budidaya jaringan. Kultur jaringan sering disebut juga dengan perbanyakan tanaman secara in vitro merupakan teknologi yang terbukti mampu memproduksi bibit dalam jumlah besar,seragam dan tidak terbatas musim. Perbanyakan secara in vitro identik dengan perbanyakan secara vegetatif. Penerapan teknologi tersebut dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman dalam skala besar dan juga menjaga keseragaman genetik tanaman tersebut serta pengemasan benih guna memudahkan pendistribusian bibit hasil kultur jaringan untuk jarak jauh. Salah satu yang sedang dikembangkan yaitu Synthetic Seed Technology atau yang sering disebut Teknologi Benih Sintetik
Menurut Hendaryono dan Wijayanti (1994), menyebutkan bahwa perbanyakan secara vegetatif dengan sistem konvensional, pada umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, saat ini dibeberapa Negara maju telah banyak dikembangkan suatu sistem perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil yang lebih banyak lagi, yakni dengan sistem kultur jaringan atau budidaya jaringan. Kultur jaringan sering disebut juga dengan perbanyakan tanaman secara in vitro merupakan teknologi yang terbukti mampu memproduksi bibit dalam jumlah besar,seragam dan tidak terbatas musim. Perbanyakan secara in vitro identik dengan perbanyakan secara vegetatif. Penerapan teknologi tersebut dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman dalam skala besar dan juga menjaga keseragaman genetik tanaman tersebut serta pengemasan benih guna memudahkan pendistribusian bibit hasil kultur jaringan untuk jarak jauh. Salah satu yang sedang dikembangkan yaitu Synthetic Seed Technology atau yang sering disebut Teknologi Benih Sintetik
Perkembangan teknik perbanyakan akan menjamin ketersedian spesies tanamanyang diinginkan. Pada beberapa spesies, perbanyakan benih belum berhasil. Beberapaspesies tanaman dapat diperbanyak melalui perbanyakan vegetatif. Perkembanganteknologi produksi benih sintetik dipertimbangkan sebagai salah satu metode alternatif yang efektif dan efisien. Hal ini diusulkan sebagai teknik yang bagus dalam perbanyakan
Penelitian mengenai teknologi benih buatan telah dimulai untuk mengatasi kendala bagi tanaman yang penyediaan benihnya terbatas dan tanaman yang memiliki keragaman genetik. Benih buatan juga dikenal dengan benih sintetik atau atau benih somatik yang memanfaatkan embrio somatik atau sel-sel somatik yang mampu tumbuh dan berkembang membentuk struktur embrio zigotik dengan sifat-sifat embrio somatik.
Konsep produksi dan pemanfaatan benih sintetik pertama kali dikemukakan oleh Murashige tahun 1977 (Cyr, 2000) dan dikembangkan oleh Radenbaugh et al., (1984) yang pertama kali memproduksi benih sintetik dari embrio somatik tanaman alfalfa. Benih sintetik dapat diproduksi dengan pelapisan dalam gel yang berbahan dasar alginat (Redenbaugh et al., 1993). Keberhasilan pemanfaatan benih sintetik sebagai propagul, membutuhkan suatu sistem produksi yang berkelanjutan agar memiliki daya vigor yang tinggi. Kapsul gel yang mengandung nutrisi, pestisida dan organisme menguntungkan telah lama dianggap sebagai pengganti kulit biji dan endosperm (Bajaj, 1995).
Benih sintetik didefinisikan sebagai embrio somatik, tunas, agregat sel, atau jaringan lain yang dikemas dalam hydrogel dan dapat disemai sebagai benih yang memiliki kemampuan untuk menjadi tanaman di bawah kondisi in vitro atau ex vitro serta dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama (Capuano et al., 1998). Produksi benih sintetik adalah teknik yang potensial untuk perbanyakan tanaman dan pelestarian, terutama tanaman komersial budidaya yang tidak menghasilkan benih, tanaman transgenik dan tanaman lain yang perlu dijaga sifat-sifat unggulnya (Saiprasad, 2001). Dalam cakupan yang lebih sempit, benih sintetik diartikan sebagai bulir-bulir kapsul gel yang dapat berisi semua jenis eksplan dan memiliki kemampuan untuk berkecambah (Nhut et al., 2005). Produksi benih buatan adalah teknik yang digunakan untuk menyebarkan dan melestarikan tanaman dan telah diterapkan pada banyak tanaman (Wang dan Qi, 2010).
Benih sintetik dimanfaatkan dalam menggandakan tanaman yang direkayasa secara genetis (tanaman transgenik), hibrida somatis dan cytoplasmic (yang didapatkan melalui teknik fusi protoplas. Selain itu, benih sintetik dapat berguna untuk pemeliharaan genotip khusus yang diinginkan (cryopreservation). Juga berguna sebagai alat untuk penelitian percobaan mempelajari proses embryogenesis zigotik dan memahami role dari endosperm dalam perkembangan embrio normal dan perkecambahan. Benih sintetik mampu disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa kehilangan viabilitasnya, memudahkan dalam transportasi dan mudah dikemas pada saat penyimpanan (Saiprasad, 2001). Secara ekonomi, benih sintetik dimaksudkan untuk diproduksi dalam skala besar dari berbagai tanaman unggul (Bapat, 1993).
Dalam aplikasinya, telah banyak dilakukan studi untuk mempelajari bagaimana membuat, memelihara dan menyimpan benih sintetik. Seperti yang telah dilakukan Kitto and Janick (1982) dalam Bhojwani and Razdan (1996) yang menggunakan embriosomatik tanaman wortel sebagai model studi pembuatan benih sintetik. Menurut Radenbough and Ruzin (1988), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam produksi benih sintetik antara lain:
- Kualitas embrio somatik harus dapat dijaga. Pembentukan embriosomatik dari kultur in-vitro diharapkan mampu mencapai 95%.
- Viabilitas embrio harus dijaga agar tetap tinggi setelah penyimpanan dan pertumbuhan embrio somatik yang di enkapsulasi setelah aklimatisasi.
- Sorting embrio: dibutuhkan embrio yang homogen untuk membuat keseragaman benih sintetik.
- Proses kapsulasi :
- Penentuan kekerasan gel yang ideal untuk kapsul benih tertentu yang terkait dengan kemudahan handling
- Komposisi nutrisi yang cukup untuk embrio dan fungsi kapsul sebagai pelindung embrio dari serangan mikroorganisme serta tidak bersifat toksik bagi embrio somatik.
- Preservasi: bagaimana mengkombinasikan metode preservasi (penyimpangan) embriosomatik dengan metode kapsulasi.
Namun demikian, teknik ini belum berhasil dilakukan pada semua jenis tanaman, disamping itu umumnya sistem embrio somatik yang berhasil dilakukan pada beberapa tanaman jumlahnya masih sedikit. Menurut Bapat (1993), beberapa masalah utama yang sering terjadi dalam benih sintetik yaitu : 1) banyak planlet yang abnormal, 2) tanaman tidak mampu bertahan hidup. 3) tanaman mengalami nekrosis meristem akar dan berbatang lunak 4) tanaman terlambat pertumbuhannyadan sifat toleran terhadap kondisi lingkungan sub-obtimal selama tumbuh menurun, 6) tanaman semakin bersifat rentan terhadap mikroba.
Terdapat dua tipe benih sintetik yang telah dikembangkan yaitu hydrated artificial seed dan desicated artificial seed (Bhojwani and Razdan, 1996). Hydrated artifical seed terdiri dari embriosomatik tunggal yang diselubungi dengan hydrogel salah satunya dengan selubung calcium alginat. Embrio bercampur dengan calcium alginat dan dimasukan ke dalam larutan garam calcium untuk membentuk kapsul. Menurut Radenbough et al. (1991), metode enkapsulasi dengan hydrogel menjadi metode yang paling banyak digunakan dalam produksi benih sintetik. Sedangkan desicated artificial seed dibuat dengan memberikan perlakuan desikasi pada embriosomatik tunggal, akar dan kalus. Menurut Kitto and Janick (1982) dalam Bhojwani and Razdan (1996), embrio somatik wortel yang telah mengalami proses desikasi pada suhu 4oC dan kelembaban 45% dapat disimpan dalam jangka waktu 8 bulan tanpa terjadi penurunan viabilitas.
Prosedur produksi benih sintetik (Saiprasad, 2001):
- Membuat embriogenesis somatik,
- Embriogenesis masak,
- Menyerempakkan pertumbuhan embrio somatik,
- Produksi massa dari embrio somatik,
- Standarisasi dari enkapsulasi,
- Standarisasi dari endosperm sintetik,
- Produksi massa benih sintetik,
- Aklimatisasi di dalam greenhouse dan penanaman di lapang.
Proses pembuatan benih sintetik (Shu, 2001) :
- Shoot buds yang dipotong dari kultur shoot dapat dugunakan untuk benih buatan. Dipotong dalam ukuran 2-3 mm dan dimasukkan dalam matriks kapsul.
- Embrio somatik yang dibentuk dari kultur tanaman, ideal untuk produksi benih sintetik.
- Dengan menggunakan 10 ml pipet steril, shoot bud embrio / somatik dicampur dengan matriks kapsul.
- Embriyo somatic atau shoot bud dimasukkan dalam larutan campuran dan dibentuklah kaspsul dan kemudian dikeraskan. Kekerasan kapsul dikontrol melalui konsentrasi larutan campuran dan waktu mencapur. Ukuran kapsul ditentukan oleh ukuran dari embrio somatik atau shoot bud dan diameter dalam pipet yang digunakan.
- Kapsul atau benih sintetik dikumpulkan, dan dibilas dengan air. Benih sintetik harus cukup lentur sebagai bantalan dan melindungi embryo, dan juga untuk pertumbuhan dari embiyo somatik atau shoot bud. Tetapi harus cukup keras untuk menahan kerusakan mekanis pada saat manufacturing, transportasi dan penanaman. Agar bibit tanaman agar tetap tidak active sampai penanaman, lapisan tipis air-soluble resin digunakan untuk membungkus matriks kapsul.
loading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar